Bapak Herman Suryadi. Guru SD saya yang amat sangat saya hormati.
Beliau yang mengajarkan detail Bahasa Indonesia yang baik dan benar
kepada kami para siswanya. Keren sekali. :)
Sejak saat itu saya
(dan mungkin teman-teman saya di kelas) menjadi sensitif sekali terhadap
publikasi Bahasa Indonesia. Lisan dan tulisan. Saya masih ingat common error
yang disebutkan oleh Bapak Herman Suryadi, di antaranya; telor, sopir,
terong dan merubah (versi lebih parahnya: merobah). Bahasa lisan
sehari-hari memang tidak baku seperti bahasa yang tertulis di buku-buku,
karena itulah saya lebih concern terhadap publikasi. Publikasi adalah pendidikan. Publikasi adalah cerminan. Saya sedih sekali melihat
Bahasa Indonesia yang sesat dan menyesatkan. Menurut saya, apabila
terus menerus seperti ini, maka Bahasa Indonesia yang merupakan Sang
Pemersatu bagi sekitar 726 bahasa daerah di Republik Indonesia ini akan
perlahan-lahan kehilangan kesaktiannya. Rakyat akan mulai bingung
memisahkan bahasa daerahnya sendiri dengan Bahasa Indonesia, mulai
kurang kepekaannya dengan errors yang ada karena errors itulah yang selama ini sering didengar dan dibaca hingga menjadi seakan-akan memang benar.
Bahasa
Indonesia, bagi saya, terlalu sakti untuk tidak dipedulikan. Bahasa
Indonesia seperti alam yang harus dijaga untuk nanti kita tinggalkan
untuk generasi penerus kita, sangat terlalu penting untuk disepelekan.
Saya memang tidak mengingat apa-apa yang dulu diajarkan kepada saya
dengan lengkap dan sempurna, tapi saya masih ingat sebagian dan saya
masih terus belajar. Saya tidak bosan membaca ulang tulisan saya sendiri
dan mengoreksinya. Saya bisikkan harapan agar Bahasa Indonesia yang
sakti tidak pernah terpaksa kehilangan kesaktiannya. Amin.
No comments:
Post a Comment