November 23, 2011

Mimpi

Nyaman, sangat nyaman.
Terimakasih untuk mimpi yang indah.
Mimpi memang tempat berlari.
Mimpi benar-benar merupakan anugerah.
Sekali lagi terimakasih.

November 06, 2011

?

Malam ini arak-arakan awan menyembunyikan bintang. Biru kelam dan putih yang samar. Sesekali lampu pesawat udara mengerjap mengusik langit hening.
Langit adalah langit. Daratan adalah daratan. Di sini lampu berwarna-warni yang menemani mereka, manusia yang penat serentak di siang hari dan memilih malam ini untuk menebusnya. Aku bukan seperti mereka. Aku menanti malam untuk menyambut penat. Lalu menghabiskan siang, menghibur hati menatap wajah suami dan anak-anakku dalam bingkai kayu yang sudah mengelupas catnya.
Malam ini ramai.

(Ini draft lama. Sekarang saya sama sekali nggak ingat sebenarnya saya mau menulis tentang apa.)

Language Disorder

Bapak Herman Suryadi. Guru SD saya yang amat sangat saya hormati. Beliau yang mengajarkan detail Bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada kami para siswanya. Keren sekali. :)
Sejak saat itu saya (dan mungkin teman-teman saya di kelas) menjadi sensitif sekali terhadap publikasi Bahasa Indonesia. Lisan dan tulisan. Saya masih ingat common error yang disebutkan oleh Bapak Herman Suryadi, di antaranya; telor, sopir, terong dan merubah (versi lebih parahnya: merobah). Bahasa lisan sehari-hari memang tidak baku seperti bahasa yang tertulis di buku-buku, karena itulah saya lebih concern terhadap publikasi. Publikasi adalah pendidikan. Publikasi adalah cerminan. Saya sedih sekali melihat Bahasa Indonesia yang sesat dan menyesatkan. Menurut saya, apabila terus menerus seperti ini, maka Bahasa Indonesia yang merupakan Sang Pemersatu bagi sekitar 726 bahasa daerah di Republik Indonesia ini akan perlahan-lahan kehilangan kesaktiannya. Rakyat akan mulai bingung memisahkan bahasa daerahnya sendiri dengan Bahasa Indonesia, mulai kurang kepekaannya dengan errors yang ada karena errors itulah yang selama ini sering didengar dan dibaca hingga menjadi seakan-akan memang benar.
Bahasa Indonesia, bagi saya, terlalu sakti untuk tidak dipedulikan. Bahasa Indonesia seperti alam yang harus dijaga untuk nanti kita tinggalkan untuk generasi penerus kita, sangat terlalu penting untuk disepelekan. Saya memang tidak mengingat apa-apa yang dulu diajarkan kepada saya dengan lengkap dan sempurna, tapi saya masih ingat sebagian dan saya masih terus belajar. Saya tidak bosan membaca ulang tulisan saya sendiri dan mengoreksinya. Saya bisikkan harapan agar Bahasa Indonesia yang sakti tidak pernah terpaksa kehilangan kesaktiannya. Amin.